Beranda | Artikel
Ayat Tentang Haji - Tafsir Al Baqarah Ayat 197-198
Jumat, 17 April 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Ayat Tentang Haji – Tafsir Al Baqarah Ayat 197-198 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 17 Jumadal Akhirah 1441 H / 11 Februari 2020 M.

Kajian Tentang Ayat Tentang Haji – Tafsir Al Baqarah Ayat 197-198

Allah Ta’ala berfirman:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ ۚ فَمَن فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ

Haji itu dalam beberapa bulan yang telah diketahui, maka saja yang mewajibkan padanya haji (yaitu dengan ihram) maka janganlah ia melakukan rofats (berkata kotor) dan jangan dia berbuat kefasikan (yaitu maksiat) dan tidak boleh dia berjidal didalam haji

Apa yang dimaksud tidak boleh berjidal didalam haji? Sebagian mengatakan tidak boleh berjidal tentang masalah haji. Sebagian lagi mengatakan tidak boleh melakukan perdebatan saat sedang berhaji. Pendapat yang kedua ini -wallahu a’lam- lebih mencakup semua jenis jidal (berdebat), baik perdebatan tentang masalah haji ataupun perdebatan tentang masalah yang lainnya.

وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّـهُ

Dan apa yang kalian lakukan dari kebaikan, Allah mengetahuinya.”

Artinya jika kalian tinggalkan perbuatan-perbuatan tadi, berupa rofats, kefasikan, demikian pula kalian meninggalkan perdebatan dalam haji, itu tentu kebaikan dan kalian lebih sibuk dengan ketaatan, maka Allah mengetahui semua ketaatan yang kalian lakukan itu. Artinya Allah akan memberikan pahalanya, Allah akan memberikan kepadanya balasan, tentunya berupa pahala yang besar disisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

وَتَزَوَّدُوا

Dan berbekallah.

Karena disebutkan dalam sebuah riwayat ada beberapa orang yang haji tapi tidak membawa bekal. Katanya mereka bertawakal kepada Allah caranya dengan tidak membawa bekal sehingga akhirnya merepotkan orang-orang. Maka Allah pun turunkan firmanNya ini, “dan berbekallah.”

فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ

karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah ketakwaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ ﴿١٩٧﴾

Dan bertakwalah kamu kepadaku wahai orang-orang yang memiliki akal pikiran.” (QS. Al-Baqarah[2]: 197)

Artinya hanya orang-orang menggunakan akal pikirannya yang mau bertakwa kepada Allah. Adapun orang yang tidak menggunakan akal pikirannya, hanya mengikuti hawa nafsu, hanya mengikuti syahwat, maka dia tidak bisa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Faidah Surat Al-Baqarah ayat 197

Dari ayat ini -kata Syaikh Utsaimin– kita ambil faiidah:

Keagungan Haji

Betapa agungnya masalah haji. Dimana Allah menjadikan untuk haji itu tiga bulan; Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah. Memang terjadi ikhtilaf para ulama apakah waktu untuk berihram haji itu hanya terbatas pada tiga bulan itu saja atau boleh dibulan-bulan yang lain. Pendapat Imam Ahmad, Imam Malik, Imam Abu Hanifah mengatakan boleh. Sedangkan Imam Syafi’i Rahimahullah mengatakan tidak boleh kecuali dibulan-bulan haji saja. Dasarnya ayat ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَّعْلُومَاتٌ

Haji itu dibulan-bulan yang telah diketahui (Syawwal, Dzulqa’dah, 10 awal dari bulan Dzulhijjah sampai tanggal 13).”

Kata Syaikh Utsaimin, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengagungkan masalah haji dengan menyebutkan bahwa untuk haji itu ada tiga bulan. Allah jadikan untuk haji itu tiga bulan supaya orang-orang merasa aman dan mereka bersiap-siap untuk haji tersebut.

Bulan-bulan haji

Bulan-bulan haji itu tiga. Sudah kita sebutkan tadi, bulan Syawwal, Dzulqa’dah, Dzulhijjah, itu bulan-bulan haji.

Telah diketahui

Sesuatu yang sudah diketahui cukup dikatakan “telah diketahui”. Karena Allah mengatakan, “Haji itu dibulan-bulan yang telah diketahui.” Kenapa Allah tidak menyebutkan satu per satu nama bulan haji? Karena itu sudah maklum dikalangan orang Arab. Karena itu sudah maklum dikalangan orang Arab, maka Allah tidak perlu menyebutkan satu per satu. Cukup Allah mengisyaratkan/menyebutkan secara global, “Haji itu dibulan-bulan yang telah diketahui.”

Menyempurnakan haji dan umroh

Bahwa orang yang telah berihram untuk haji atau umroh, maka dia wajib menyempurnakan haji atau umrohnya. Artinya kalau antum sudah di Miqat dan antum sudah memakai pakaian ihram dan antum sudah bertalbiyah, maka kalau sudah seperti ini dia wajib menyempurnakan haji atau umrahnya kecuali kalau memang terhalang seperti karena sakit atau karena ada peperangan, sehingga tidak bisa menyempurnakan. Maka yang seperti ini cukup dia membayar Dam jika diawalnya dia tidak memberikan syarat.

Menyempurnakan haji yang sunnah

Bahwa menyempurnakan haji ini tetap juga berlaku pada haji yang sunnah, bukan hanya haji yang wajib. Karena Allah mengatakan, “Siapa yang telah mewajibkan padanya haji.” Itu menunjukkan mencakup semua jenis haji, baik haji yang wajib maupun haji yang sunnah.

Bulan haji

Orang yang berihram sebelum masuk bulan haji, maka tidak sah. Misalnya antum ihramnya mau haji bulan puasa, sebelum bulan syawwal, kita katakan tidak sah. Kenapa? Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan, “Siapa yang mewajiban dirinya dengan ihram pada bulan-bulan tersebut.” Dimana Allah tidak menyebutkan hukum-hukum ihram kecuali bagi orang yang telah mewajibkan dirinya dengan iharam dibulan-bulan haji saja.

Larangan ihram

Larangan-larangan ihram itu berlaku dari semenjak kita berakad untuk ihram. Misalnya kita sudah sampai ke Dzul Hulaifah/Bir Ali dan kita sudah betul-betul berakad untuk ihram tapi kita belum buka pakaian. Kata Syaikh Utsaimin, dari semenjak itu saja sudah berlaku padanya keharaman-keharaman ihram. Karena Allah mengatakan, “Siapa yang mewajibkan pada bulan-bulan tersebut ihram pada dirinya.” Berarti dia sudah mewajibkan pada dirinya.

Masuk ihram meski sebatas niat

Ihram itu masuk walaupun hanya sebatas dengan niat. Artinya antum masuk ihram itu sebatas niat walaupun belum bertalbiyah. Karena Allah mengatakan, “Siapa yang mewajibkan atas dirinya haji.” Maka dengan niat itu sudah cukup. Walaupun tentunya mengucapkan “Labbaik Allahumma Hajjan/Umroh” itu adalah perkara yang harus dilakukan karena yang shahih bahwa ucapan “Labbaik Allahumma Hajjan/Umroh” itu sama hukumnya dengan takbiratul ihram.

Haramnya berjima’ demikian pula mukaddimah jima’

Haramnya berjima’ demikian pula mukaddimah-mukaddimah jima’ berupa bercumbu atau yang lainnya ketika sudah berakad ihram untuk haji atau umroh. Karena Allah mengatakan, “Tidak boleh melakukan rofats ketika sudah mulai akad ihram.”

Apa itu rofats? Sudah kita sebutkan bahwa rofats masuk padanya ucapan-ucapan kotor yang merupakan mukaddimah dari pada jima’.

Haramnya berbuat kefasikan saat ihram

Apakah berarti ketika tidak ihram kita boleh berbuat kefasikan? Tentu tidak. Tapi kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menekankan? Karena pada saat ihram lebih ditekankan lagi.

Haramnya berjidal

Haramnya berjidal (berdebat). Adapun berjidal untuk membela kebenaran atau membantah kebatilan, ini hukumnya wajib. Maka berdebat jenis ini dikecualikan dari ayat. Yang tidak diperbolehkan itu berdebat yang menimbulkan pertengkaran, yang menimbulkan akhirnya hati kita merasa tidak enak, marah ataupun yang lainnya.

Anjuran untuk melakukan kebaikan

Anjuran untuk melakukan kebaikan, terlebih pada waktu haji dan umroh. Karena Allah berfirman, “Dan apa yang kalian lakukan dari kebaikan Allah tahu.” Artinya Allah tahu, maka Allah pasti akan memberikan balasan.

Jangan remehkan kebaikan meskipun kecil

Kebaikan yang kecil ataupun besar itu diketahui oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sekecil apapun kebaikan, Allah tahu. Dan tentunya kita jangan menganggap remeh kebaikan sekecil apapun. Karena disebutkan dalam hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Ketika aku di isra mi’rajkan aku melihat orang laki-laki mondar-mandir di surga karena ranting yang ia awaskan dari jalan.”

Baca juga: Hadits Tentang Kisah Isra’ Mi’raj

Makanya kita jangan meremehkan amalan kebaikan sekecil apapun. Dan sebaliknya jangan pula menganggap remeh amalan keburukan sekecil apapun. Terkadang gara-gara keburukan yang kita anggap remeh itu kita masuk neraka, na’udzubillah.. Sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللهِ لاَ يُلْقِي لَهَا بَالاً يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ

“Seorang hamba yang mengucapkan satu kalimat yang dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, ia tidak menyangka ternyata perkataan tersebut menyebabkan ia jatuh ke dalam neraka jahanam.” (HR. Bukhari)

Tentu ini mengerikan saudaraku..

Membekalkan diri kita dengan kebaiakan

Anjuran untuk membekalkan diri kita dengan kebaiakan. Allah Ta’ala berfirman, “Berbekallah, sebaik-baiknya bekal itu adalah takwa.” Di sini Allah Subhanahu wa Ta’ala mengingatkan kalian ketika pergi haji untuk berbekal, maka kalian juga hendaklah berbekal untuk kematian kalian. Dan perbekalan menuju kematian yang terbaik adalah ketakwaan.

Membawa perbekalan yang cukup

Orang yang berhaji hendaklah ia membawa perbekalan yang cukup berupa makanan, minuman, adapun zaman sekarang berupa uang yang cukup yang tidak membuat dia minta-minta di sana.

Takwa sebaik-baik perbekalan

Sebagaimana pakaiannya adalah sebaik-baik pakaian, maka takwa adalah sebaik-baik pakaian.

Wajibnya takwa kepada Allah

Takwa kepada Allah hukumnya wajib, bukan sunnah.

Menggunakan akal pikiran

Bahwa orang-orang yang menggunakan akal pikirannya itulah yang akan bisa bertakwa. Karena akal pikiran kita bisa kalah dengan syahwat. Seseorang kalau lagi jatuh cinta sama seseorang, akal kita hilang. Seseorang ketika jatuh cinta sama harta, akalnya akan hilang. Seseorang yang lagi cinta kedudukan banget, akalnya akan hilang. Sehingga tidak bisa lagi melihat apakah ini benar ini salah, tidak bisa menimbang apakah ini kebaikan atau keburukan.

Demikian pula hawa nafsu, hawa nafsu membuat seseorang tidak bisa berpikir dengan benar. Makanya kalau kita menggunakan akal pikiran kita dan akal pikiran kita mengalahkan hawa nafsu dan syahwat kita insyaAllah kita bisa bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tapi ketika akal kita dikalahkan oleh itu semua, susah untuk menjadi orang yang bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Berkurang takwa, berkurang akal

Bahwa semakin berkurang takwa seseorang itu bukti menunjukkan semakin berkurang akalnya. Orang itu semakin jauh dari ketakwaan maka semakin kurang akalnya. Karena orang semakin bertakwa kepada Allah semakin sempurna akalnya itu. Makanya manusia yang paling sempurna adalah para Nabi. Manusia yang paling sempurna akalnya setelah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah para sahabat, lalu para ulama yang betul-betul mereka mengamalkan keilmuannya.

Maka hakikatnya orang yang berbuat maksiat itu tidak menggunakan akal pikiran. Makanya Ibnu Abbas, Ibnu Umar mengatakan bahwa pelaku maksiat seluruhnya bodoh. Yang hakikatnya dia tidak mau menggunakan akal pikirannya. Sebab kalau dia menggunakan akal pikirannya dia tahu bahwa itu akan merugikan hidupnya di dunia dan akhirat.

Simak pembahasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-23:35

Download MP3 Kajian Tentang Perintah Untuk Berinfak – Surat Al Baqarah ayat 195


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48351-ayat-tentang-haji-tafsir-al-baqarah-ayat-197-198/